Minimnya jumlah lagu anak-anak yang terjadi saat ini menyebabkan anak menjadi lebih gemar menyanyikan lagu dewasa yang bertema cinta. Memang tak bisa dipungkiri bahwa saat ini, lebih banyak lagu bertema dewasa yang seringkali kita dengar, baik melalui radio maupun televisi.
Memang harus diakui, saat ini ada kekosongan lagu anak-anak. Menurut Dra Tiwin Herman MPsi dari PT Psiko Utama, lagu anak-anak adalah lagu yang lirik dan musiknya menggambarkan dunia anak, dekat dengan hal-hal yang menggembirakan, permainan, serta hal-hal bersifat mendidik. Melalui lagu, anak diajak untuk belajar, dari mengenali organ tubuh, huruf, angka, hingga kekayaan alam serta budi pekerti. Hal ini selaras dengan perkembangan kognitif dan psikologis anak.
Namun, tidak dapat dimungkiri, saat ini intensitas penyiaran lagu-lagu cinta-cintaan (lagu dewasa) memang tinggi. Setiap saat lagu-lagu itu bisa didengar dari berbagai media. Saya sering melihat orangtua yang bangga ketika anaknya yang masih berusia dua-tiga tahun bisa menyanyi menirukan lagu-lagu yang sedang populer milik band yang sering ada di televisi.
Di sisi lain anak-anak belajar banyak hal dari proses imitasi atau meniru apa yang mereka lihat atau dengar. Akhirnya, tidak mengherankan jika kemudian anak-anak lebih sering menyanyikan lagu-lagu orang dewasa.
Lagu-lagu dewasa pada umumnya bercerita tentang cinta, kecemburuan, patah hati, dan sejenisnya, yang konsepnya sendiri sering kali belum dipahami anak. Ada semacam “percepatan dunia dewasa” yang dibiarkan (bahkan mungkin dipaksakan) secara halus kepada anak-anak bila mereka selalu menyanyikan lagu orang dewasa. Tentu ini akan memengaruhi perkembangan anak.
Bahasa awam yang mengatakan “matang sebelum masanya” bisa menjadi analogi untuk menggambarkan kondisi anak terpaksa tahu walau sebetulnya ia belum berhak tahu. Jika informasi ini (yang masuk ke kognitifnya sebagai pengetahuan) cukup banyak untuk masanya, tetapi emosinya belum matang, bisa dibayangkan apa yang terjadi.
Demikian juga dengan lagu-lagu yang dinyanyikannya, mengenai patah hati, kecemburuan, atau yang sekarang sedang ngetren, perselingkuhan. Pengasuh atau orang di rumah yang dekat dengan anak bisa saja memberikan penjelasan, tetapi belum tentu anak paham. Bisa-bisa anak malah memahami perselingkuhan sebagai hal biasa. Ini tentu akan memengaruhi norma-norma yang akan dianutnya. Ini baru dari aspek perkembangan moral. Padahal, masih banyak aspek lain.
Untuk mengajari buah hati menyanyikan lagu anak di tengah gempuran lagu-lagu dewasa, orangtua dituntut berperan aktif. Kita bertugas mengakrabkan anak-anak dengan dunianya, melalui lagu-lagu yang setaraf dengan perkembangan agar dapat memaksimalkan tahap perkembangannya. Banyak hal bisa dikerjakan, dari memberi kesempatan bagi lagu anak-anak untuk diperdengarkan bersama atau memberikan motivasi kepada anak agar bangga menyanyikan lagunya.
Cara paling efektif untuk memperkenalkan lagu anak adalah mengaitkan pada situasi atau kondisi yang sedang dirasakan. Ketika anak bertanya tentang cicak yang sering berkeliaran di rumah, misalnya, perkenalkan lagu Cicak-cicak di Dinding. Sejak zaman dahulu sebetulnya kita sudah memiliki banyak sekali lagu anak-anak. Demikian pula dengan lagu daerah.
Saya rasa tidak pada tempatnya untuk selalu menyalahkan media. Saya cenderung mengatakan proses pengenalan anak pada lagu-lagu anak banyak dipengaruhi lingkungan. Diperlukan kesediaan orangtua untuk mengajari langsung anak dan meminimalkan informasi yang kurang sesuai.
Jadi, bagaimana solusinya?
Berikut ini sejumlah solusi mengatasi anak yang mulai "membandel":
1. ajari anak anda cinta lagu-lagu daerah dan wajib nasional
ketimbang lagu-lagu orang dewasa yang menjurus ke "percintaan"
2. berikan tontonan yang baik bagi anak anda.
3. Jika anda dan anak sedang pergi ke toko buku,
perlihatkan anak anda buku tentang lagu-lagu wajib, daerah, dan anak-anak.
http://ibuprita.suatuhari.com/ketika-si-kecil-gemar-menyanyi-lagu-dewasa/http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Kala+Anak+Suka+Menyanyi+Lagu+Orang+Dewasa&dn=20090526102205
1 komentar:
sungguh ironi memang keadaan generasi saat ini
Post a Comment