Entahlah,  mungkin karena terinspirasi oleh senjata yang pernah dibawa oleh penjajah di  kala itu, anak-anak masyarakat Jawa dua generasi dari sekarang atau yang lebih  tua, mengenal permainan anak yang disebut dengan istilah Jawa bedhil-bedhilan.  Dalam bahasa Indonesia artinya sama dengan permainan yang menyerupai  pistol-pistolan. Walaupun sebenarnya kalau dilihat sepintas tidak mirip sama  sekali. Namun bisa jadi penamaan itu diambil dari suara yang dihasilkan dari  permainan bedhil-bedhilan yang bersuara mirip pistol “dor-dor-dor”.Itulah sekelumit penamaan permainan bedhil-bedhilan yang  dikenal oleh anak-anak masyarakat Jawa tempo dulu. Permainan ini biasanya  dimainkan oleh anak laki-laki, walaupun kadang ada pula anak perempuan yang  bermain bedhil-bedhilan. Bahan yang sering dipakai diambil dari sekitar  lingkungan alam di sekitar rumah. Biasanya anak-anak membuat bedhil-bedhilan  dari bahan bambu yang berukuran kecil. Bahan tersebut biasanya diambil dari  ranting bambu apus atau beberapa jenis bambu lainnya. Bambu kecil tersebut  berdiameter sekitar 1-2 cm dan diambil setiap 1 ruas. Kemudian ruas tersebut  dipotong menjadi dua bagian. Bagian bawah dengan ruas tertutup lebih pendek,  sementara ruas atas lebih panjang dan dua ujung berlubang. Biasanya dengan  perbandingan panjang 1:3. Bambu ruas pendek kemudian dimasuki potongan stik yang  berasal dari bambu pula, tetapi biasanya yang sudah kering, agar lebih kuat.  Sisa potongan stik kayu dikerut hingga kecil, sehingga bisa masuk pada potongan  bambu yang berukuran panjang. Sisa potongan stik kemudian dipotong satu cm lebih  pendek dari panjang bambu yang berukuran panjang. Maka jadilah permainan  tradisional bedhil-bedhilan.
Sementara peluru yang dipakai biasanya bunga jambu air  yang sudah rontok. Bisa yang masih kuncup atau yang sudah mekar. Bunga jambu air  itu biasa disebut cengkaruk. Bisa juga peluru berasal dari bunga pohon mlandhing  (lamtoro gung yang berukuran kecil) yang masih kecil, belum mekar putiknya.  Pohon-pohon tersebut biasanya tumbuh di halaman atau pagar pembatas pekarangan  rumah, sehingga ketika zaman itu mudah mencarinya. Dan yang jelas semua bahan  gratis tidak usah membeli, tinggal mencari. Jika tidak ada bunga-bunga di atas,  bisa pula memakai kertas koran yang sudah dibasahi air. Tetapi untuk peluru yang  terakhir ini, sering ngadat (macet) di dalam lubang bedhil-bedhilan, sehingga  susah dikeluarkan jika terlalu padat atau kebesaran.
 
Peluru-peluru  yang berasal dari bunga-bunga di atas dimasukkan satu bersatu ke  bedhil-bedhilan. Peluru pertama dipukul-pukul hingga masuk dan dibiarkan hingga  ujung lubang. Lalu peluru kedua dimasukkan lagi dengan cara sama hingga masuk di  pangkal bedhil-bedhilan. Dari pangkal inilah kemudian disodokkan dengan keras  sehingga terdengar bunyi “dor” seiring dengan peluru yang pertama terlempar jauh  ke depan. Begitu seterusnya hingga bunga-bunga cengkaruk yang dikumpulkan habis,  kemudian mencari lagi. 
Permainan bedhil-bedhilan biasa dibuat oleh anak-anak  sendiri. Anak-anak yang membuat permainan ini biasanya berumur 9-12 tahun.  Tetapi kadang-kadang dibuatkan oleh orang dewasa, bisa orang tua maupun  saudara-saudaranya yang lebih tua.
Permainan ini cukup awet, apalagi jika bahan yang dibuat  sudah kering, bisa bertahan sebulan atau lebih, asalkan tidak pecah terbanting  atau keliru memasukkan peluru yang terlalu besar. Tetapi bedhil-bedhilan yang  terbuat dari bahan yang masih basah biasanya tidak awet, kecuali sering direndam  dalam air. Jika tidak direndam, biasanya berkerut (kusut), sehingga stik sulit  dimasukkan.
Permainan bedhil-bedhilan biasa dimainkan saat anak-anak sedang senggang, waktunya bermain. Bisa setelah pulang sekolah atau liburan. Dimainkan secara individu atau kelompok. Kadang-kadang dibuat dua regu yang saling berhadapan, seolah-olah bermain tembak-tembakan beneran. Satu kelompok menyerang kelompok lainnya, saling berkejaran. Begitulah dunia anak di masa lalu sangat senang memanfaatkan bahan dari alam sekitar. Bagaimana dengan anak sekarang? Pasti sudah banyak perubahan.

0 komentar:
Post a Comment