peralatan yang di gunakan untuk permainan ini adalah :



lidi (mengambil sedikit sekitar 5 cm panjangnya)

dan yang terahir Ayam (ya benar menggunakan ayam sebagai objeknya)
cara memainkan permainan ini




Berteknologi Tapi Tetap Berbudaya








| Engkle / Sondah | Kapur untuk membuat kotak-kotak pada jalan, atau tali rafia jika bermain di rumput. |
| Lu Lu Cina Buta (Riau) | Sapu Tangan untuk menutup mata si Cina buta |
| Aklobang (Sulawesi Selatan) | Lubang yang berdiameter sekitar 7 cm dan berkedalaman 5 cm. |
| Isutan Jarat (Kalimantan Selatan) | Isutan jarat adalah nama permainan tradisional yang berkembang di daerah Kalimantan Selatan. Isutan mungkin peralihan dari kata ‘usutan’ yang berarti ‘mencari’. Sedangkan, jarat adalah istilah yang digunakan oleh Orang Banjar untuk menyebut tali yang ujungnya bersimpul sebagai penjebak atau pengikat (tali lasso di Amerika). Jadi, permainan isutan jarat intinya adalah mencari tali yang bajarat (memiliki jerat). Dalam hal ini setiap pemain berusaha untuk mencari jarat yang disembunyikan di dalam pasir oleh lawan mainnya. Caranya dengan menusukkan sebilah lidi/kayu/bambu ke dalam pasir yang diperkirakan ada jarat-nya. |
| Egrang | Bambu, yang dibuat menyerupai tangga, tetapi tangganya hanya satu |
| Appalanta | Ban bekas dan kayu sebagai penopang |
| Cangke' | 2 buah kayu dengan panjang berbeda |
| Congklak | Papan congklak, cangkang kerang/ biji-bijian |
sahabat, berikut ini adalah berbagai permainan tradisional yang berasal dari sumatera utara, sebenarnya ini baru sebagian kecil dari semua permainan tradisional yang ada di sumatera utara. karena keterbatasan sumber baru ini yang dapat saya persembahkan. berikut permainan - permainan tradisional tersebut :
Berikut ini satu lagi permainan tradisonal yang berasal dari daerah yogyakarta dan sekitarnya, merupakan permaian yang di lakukan secara berkelompok.



Layang-layang tradisional daerah Muna atau yang dalam bahasa daerah setempat disebut kaghati merupakan jenis layang-layang yang menggunakan alat dan bahan yang bersifat tradisional demikian pula dengan cara pembuatannya. Jenis layang-layang ini merupakan warisan budaya leluhur daerah Muna yang menjadi salah satu kebanggaan budaya masyarakat setempat.
Bagaimanapun orang Muna masa kini menafikkan Kolope, tapi sejarah membuktikan Kolope tidak dapat dipisahkan dengan budaya masa lalu orang muna.
Penghargaan kehormatan dunia bagi layang Kaghati Kolope, ternyata terkandung sejarah didalamnya. Selain keunikannya saat diterbangkannya juga bahan-bahannya masih menggunakan bahan alami.
Meong-meongan merupakan permainan tradisional masyarakat bali yang umum dimainkan oleh anak-anak di bali diiringi dengan nyanyian lagu meong-meong. Permainan ini menggambarkan usaha dari si kucing atau dalam bahasa bali disebut meng untuk menagkap si tikus atau bikul.
Dalam permainan ini biasanya diikuti oleh lebih dari 8 orang atau lebih dimana 1 orang memerankan bikul (tikus) satu orang memerankan sebagai meng (kucing) dan yang lainnya bertugas melindungi bikul dari meng dengan cara membentuk lingkaran kemudian si bikul berada di dalam lingkaran sedangkan meng berada di luar lingkaran. Meng akan berusaha masuk ke dalam lingkaran dan berusaha menangkap bikul. Anak-anak yang membentuk lingkaran juga akan berusaha menghalangi meng masuk ke dalam lingkaran. Si meng baru boleh menangkap si bikul ketika lagu sudah pada kata-kata juk-juk meng juk-juk kul.
Metajog ini sebenarnya murah meriah. Hanya diperlukan dua potongan bambu untuk kaki-kakian. Untuk alas tempat berpijak bisa dipakai potongan bambu kecil atau kayu. Alas ini kemudian diikat pada kaki tajog dengan ketinggian yang disesuaikan dengan keinginan dan keberanian. Keseimbangan yang baik memang mutlak diperlukan bila tidak ingin jatuh terjerembab dari kaki tajog yang tinggi.
Foto ini diambil dari sebuah acara lomba dalam rangka perayaan ulang tahun sekaa teruna. Boleh juga, untuk bernostalgia dengan apa yang pernah ada. Siapa tahu banyak lagi penggemarnya sehingga blu bisa buka bisnis baru, ‘RENTAL TAJOG – Rp.500/kaki’ atau ‘KURSUS METAJOG’. Setelah banyak penggemarnya kemudian diajukan ke KONI agar dibuatkan LIGA TAJOG. Ups… koq jadi mimpi gini sih!!
Di Aceh sendiri, tercatat sejumlah permainan dalam masyarakatnya. Permainan yang sudah hidup dan berkembang sejak zaman dahulu (tak ditentukan) itu menjadi patut diketahui oleh anak-anak Aceh sekarang, minimal sebagai ingatan terhadap suatu yang pernah ada di Bumi Fansuri ini. Pentingnya permainan tradisional bagi anak-anak adalah terhadap perkembangan jiwa, fisik, dan mental anak. Karena itu, berikut kami coba hadirkan sejumlah permainan tradisional masyarakat Aceh yang oleh masyarakat di sini terkadang menjadikannya sebagai ajang kompetisi.
Ingin Tetap Lestarikan BudayaMbah Rupinah tengah duduk santai di kursi panjang yang terbuat dari kayu sambil melihat ke jalan. Rumahnya tepat berada di pinggir Jl. Kimaja No. 11, Kedaton, Wayhalim, Bandarlampung.
Kemeja lengan panjang bergaris dipadu kain batik membalut tubuhnya yang merenta. Meski begitu, dibanding perempuan berusia sama, 80 tahun, jelas fisiknya jauh lebih segar. Ini tak lepas dari semangatnya.
Setiap hari mulai pukul 07.00 sampai 22.00 WIB, ia bergelut dengan pekerjaannya. Menunggui barang dagangannya yang ia order dari luar daerah. Seperti kuda kepang, celengan Jawa, dan caplukan yang ia datangkan dari Surabaya. Hanya wayang yang ia pesan dari Jogjakarta.
’’Peminatnya ya ada saja, walaupun kadang juga tidak laku. Banyak pedagang beli di sini, langsung 20 buah. Tetapi banyak juga yang membeli satuan,” ceritanya.
Setiap dua bulan sekali, dia akan telepon minta dikirimkan aneka permainan anak itu sebanyak dua karung sekaligus atau 200 buah yang per satuannya ia jual Rp13 ribu. Sementara wayang hanya ia pesan 13 buah dengan harga per satuan Rp40 ribu.
Wanita yang pernah mengeyam SR sampai kelas 3 di Sentolo, Jogjakarta, ini memutuskan menjual aneka permainan tersebut bukan hanya berpikir keuntungan. ’’Tetapi lebih pada melihat ini permainan rakyat yang harus dilestarikan,” ujarnya.
’’Walaupun sudah tua, saya tetap ingin mandiri. Hal ini juga dipesankan oleh suami saya Mbah Kasno (alm.) pada 2007 sebelum dia meninggal,” ungkap ibu tujuh anak ini.
Selain itu, ia merasa anak-anaknya juga mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya. ’’Kalau merepotkan, saya akan menjadi beban bagi mereka,” tuturnya.
Mbah Rupinah punya prinsip, selagi bisa bekerja dan memiliki penghasilan, maka ia tetap melakukannya. ’’Kalau tidak bekerja, badan juga terasa pegal-pegal. Orang tua dulu kan berbeda dengan sekarang. Kalau saat ini, kebanyakan bekerja menjadi sakit. Tetapi orang tua dulu justru bekerja bisa membuat badan makin sehat,” tutur nenek 10 cucu ini sambil tersenyum.
Iyang –sapaan akrabnya– mengatakan, ibunya justru sering membantu anak-anak dan cucunya yang kesulitan, khususnya dalam hal uang. ’’Dia tidak pernah ragu memberikan uangnya untuk kami. Misalnya untuk membayar tagihan listrik,” bebernya.
Putra keempat dari Mbah Rupinah ini mengatakan, ibunya dari mereka masih kecil tidak ingin menyusahkan anak-anaknya. Sebisa mungkin, segala hal ia lakukan sendiri.
Sejak muda, ibunya selalu bekerja, tidak pernah mengenal lelah. Baginya, selagi badan masih kuat, dia selalu beraktivitas. ’’Dulu, ibu berjualan di pasar. Namun karena usianya yang sudah renta, kami memintanya untuk melakukan di rumah saja,” ungkap lelaki dua anak ini. (cia/c1/dea)
Nama : Rupinah
TTL : Jogjakarta, 1931
Alamat : Jalan Kimaja No. 11, Wayhalim, Bandarlampung
Pekerjaan : Penjual permainan anak tradisional
Suami : Kasno (alm.)
sumber : Radar Lampung
ERMAINAN cublak-cublak suweng massal yang ditampilkan oleh ribuan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada penyelenggaraan Milad ke-13 di Lapangan Tri Lomba Juang Semarang, Minggu (24/4), tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri). Atraksi itu tercatat dalam nomor urut rekor 4.848 dan bahkan memecahkan rekor dunia dengan jumlah peserta terbanyak, yaitu 5.673 orang.Sambil bermain, para kader ini dihibur grup akapela nasional, Awan Nasyid, yang secara khusus mempersembahkan akapela Jawa. Manajer Muri Sri Widayati mengatakan, permainan ini merupakan pemecahan rekor Muri ketiga yang dilakukan PKS.
Dua rekor PKS sebelumnya adalah menjamu makan bakso terbanyak dengan jumlah peserta enam ribu orang dan sebagai partai yang menggelar kampanye terbuka dengan peserta terbanyak, 122 ribu orang. Ketua DPW PKS Jateng Abdul Fikri Faqih menambahkan, bagi PKS, budaya dan seni merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai partai dakwah, PKS memandang seni dan budaya adalah bagian penting untuk melakukan transformasi menuju masyarakat madani.
Cublak-cublak suweng, kata Fikri, merupakan salah satu dolanan anak-anak warisan leluhur yang mulai ditinggalkan. Masyarakat sibuk dengan alat-alat modern seperti komputer dan televisi, sehingga lalai dengan warisan leluhur. ”Mendengungkan kembali cublak-cublak suweng sepertinya sepele, namun sebetulnya memiliki banyak makna.”
Kenapa dolanan anak-anak sampai nyaris hilang? Menurutnya, akibat ruang kota sudah habis lantaran arus modernisasi dan urbanisasi. Bagaimana anak-anak akan bermain gobak sodor, egrang, dan lain-lain, jikalau arena tidak ada lagi.
”Permainan warisan nenek moyang lebih sehat. Ketimbang futsal, apakah tidak lebih baik main benthik? Daripada playstation, lebih sehat tarik tambang dan egrang,” tuturnya.
Ketua panitia Milad PKS, Agung Budi Margono, mengatakan, subtansi dari pemecahan rekor ini lebih kepada keinginan PKS untuk kembali mengajak masyarakat mencintai budaya. ”Dimulai dari hal kecil ini, semoga memori kita tentang budaya bisa kembali hadir, selanjutnya mencintainya,” katanya.
Ia menjelaskan, mengutip sebuah hasil survei tahun 2010 di Yogyakarta, 63 persen anak mengetahui nama-nama dolanan Jawa. Namun, mereka tidak mengetahui cara dan aturan permainan secara keseluruhan. Sementara 27 persen anak sama sekali tidak mengetahui dolanan Jawa. Dalam kurun 5-10 tahun mendatang, mungkin hanya lima-enam jenis dolanan Jawa yang bisa bertahan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan punah.
Dari penelitian itu juga terungkap, sebanyak 65 persen anak akrab dengan videogame, 13% secara rutin menonton TV, 11% di arena bermain, dan 11 persen lainnya mengisi waktu luang dengan aktivitas positif seperti les dan mengaji. ”Artinya, permainan modern sudah banyak diminati anak-anak daripada permainan tradisional.î (Yunantyo Adi S, Saptono JS-43)
sumber : SuaraMerdeka
Bagi anak sekarang, nama dolanan satu ini mungkin terdengar aneh, atau bahkan baru mendengar kali ini. Hal itu bisa terjadi, karena memang permainan satu ini termasuk dolanan tradisional yang sekarang sudah sangat jarang dijumpai atau dimainkan oleh anak-anak bersama teman-teman sebayanya. Namun sebenarnya, bagi anak-anak, terutama di Jawa, pada zaman dulu dolanan ini biasa dimainkan. Nah penasaran dengan cara bermainnya? Kita ikuti ulasan di bawah ini.