EMBEK-EMBEKAN

Permainan Anak Tradisional, sahabat semua berikut ini satu lagi permainan tradisional yang sudah terdengar asing di telinga kita lagi.



Tentunya permainan anak yang satu ini sudah tidak asing lagi bagi anak-anak kampung di Jawa pada zaman dahulu, terutama anak laki-laki. Permainan ini memang lebih kental dimainkan oleh anak laki-laki daripada perempuan, karena membutuhkan unsur kekuatan fisik. Kekuatan fisik identik dengan anak laki-laki. Sementara anak perempuan biasanya lebih banyak menjadi penonton dan suporter saja. Permainan embek-embekan sebenarnya hampir mirip dengan permainan gulat. Mereka saling menjatuhkan dan pemain yang berada di bawah, dikatakan pihak yang kalah. Bagi yang kalah tidak akan dilepaskan, sebelum menyerah dan mengatakan embek.



Kata embek-embekan atau mbek-mbekan, sebenarnya berasal dari kata embek. Embek adalah tiruan bunyi kambing yang mengembek. Entah asal-muasalnya dari kapan dan dari mana, akhirnya bunyi tiruan embek digunakan untuk permainan gulat-gulatan tradisional ala anak masyarakat Jawa. Kiranya permainan ini termasuk sangat kuno, di mana manusia zaman dulu lebih mengutamakan kekuatan fisik dan kesaktian. Untuk mengukur kekuatan fisik dan kesaktian, maka mereka lebih banyak adu fisik, salah satunya dengan bergelut atau bergulat. Siapa yang menang dianggap mempunyai kekuatan fisik dan kesaktian yang melebihi manusia lainnya. Kiranya dari sifat manusia itulah yang kemudian menjadi inspirasi anak-anak untuk menjadi sebuah permainan tradisional. Mungkin saat ini, anak-anak sudah sangat jarang melakukan permainan itu, apalagi di perkotaan.

Permainan ini hampir merata di setiap daerah di wilayah Jawa, mungkin hanya namanya yang berbeda. Tetapi yang jelas, nama yang terkenal adalah embek-embekan. Anak laki-laki yang bermain embek-embekan biasanya anak menginjak remaja, berumur sekitar 15-17 tahun. Sementara untuk anak usia di bawah itu, belum begitu menyukainya. Mereka lebih sering hanya menjadi penonton. Begitu pula dengan anak-anak perempuan. Namun kadang-kadang pula, anak-anak kecil ikut-ikutan main embek-embekan. Karena belum bisa mengendalikan amarah, anak yang kalah terus menangis karena mendapat ejekan anak lainnya.



Dolanan embek-embekan melibatkan sedikitnya 2 orang yang saling berhadapan. Umumnya memang dilakukan secara individu, satu lawan satu. Namun kadang-kadang pula secara kolektif, artinya tiga lawan tiga. Tetapi cara menghadapinya tetap satu lawan satu. Hal yang terakhir ini hanya pengembangan dari yang pertama. Dua orang yang hendak bermain embek-embekan biasanya mempunyai usia sebaya atau setidaknya mempunyai besar badan dan kekuatan yang hampir seimbang. Jika ada yang sudah berani bermain, maka setidaknya harus ada satu wasit atau yuri yang umumnya diambilkan orang yang lebih tua. Fungsi wasit sebagai penengah, jika ada pemain yang berbuat curang, maka tugas wasit melerai. Wasit juga tidak boleh berat sebelah.

Sementara, anak-anak kampung dulu ketika bermain embek-embekan mencari tempat yang aman, misalnya halaman kebun bertanah, berpasir, atau tanah lapang yang banyak rumputnya. Sangat dihindari lapangan keras, seperti ubin, keramik, beraspal, dan sebagainya. Sebab permainan ini sangat berbahaya dan mudah terluka jika dimainkan di tempat yang keras. Sementara aturan tidak tertulis untuk menentukan pemain kalah antara lain: 1) badannya sudah tertindih dan lehernya terjepit tangan lawan (dipithing); 2) badan dalam posisi telentang dan kedua tangannya terpegang erat oleh tangan lawan; dan 3) badannya tengkurab dan ditindih oleh lawannya (juga tengkurap), tetapi letak badannya melintang, yang disebut dialang.

Jika sudah ada dua pemain, misalkan pemain A dan B hendak bermain embek-embekan, mereka bersama wasit segera bersiap-siap di tanah lapang yang sudah ditentukan. Sementara para suporter bisa menyoraki dan memberi dukungan di sekeliling mereka bermain. Setelah itu, wasit memberi aba-aba siap atau wis (sudah). Lalu kedua pemain A dan B berusaha untuk saling menjatuhkan lawan, baik dengan cara mendorong, menarik, mithing, menjegal kaki, dan kemudian membantingnya. Misalkan pemain B terjegal, maka pemain A segera menguncinya. Apabila pemain B sudah tidak bisa bergerak karena kehabisan tenaga dan mengatakan embek, maka pemain A harus melepaskannya. Pemain A dianggap pemenangnya. Namun seringkali pula setelah terjegal, justru pemain B masih bisa memberi perlawanan dan berlangsung sangat sengit.

Apabila pemain B sudah kalah satu, permainan bisa dimulai lagi dari awal, tergantung kesepakatan bersama. Jika hanya sekali main, memang pemain B dianggap kalah. Namun jika menurut kesepakatan permainan bisa 2 atau 3 kali, maka permainan bisa dilanjutkan selanjutnya. Andaikan, pemain A sudah menang, maka permainan bisa dilanjutkan apabila ada musuh lainnya yang ingin maju dan mencoba kekuatan pemain A. Demikian seterusnya. Dalam permainan embek-embekan ini, selalu ada yang menang dan kalah. Namun tidak berarti yang menang boleh sombong, karena semua itu hanyalah permainan, untuk mengisi waktu senggang serta menambah hiburan dan keceriaan anak-anak.

Sumber: Permainan Tradisional Jawa, Sukirman Dharmamulya, dkk, 2004, Yogyakarta: Kepel Press

No comments:

Post a Comment

Mari kita lestarikan permainan anak tradisional indonesia, minimal dengan meninggalkan komentar di postingan ini. Dengan meninggalkan komentar itu tandanya sahabat peduli dengan permainan anak tradisional