Satu lagi permainan tradisional anak masyarakat Jawa (termasuk di wilayah Yogyakarta) yang sangat digemari oleh anak-anak di masa lalu adalah dolanan Bethet Thing-Thong. Permainan ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan alat bermain, kecuali hanya sebuah lagu yang sangat mudah untuk dihafal. Pada dolanan ini pun, seperti pada beberapa jenis dolanan lainnya, sulit untuk ditebak hubungan nama dolanan dengan model permainannya. Artinya, permainan ini mengandung nama Bethet (jenis burung), tetapi dalam permainannya tidak ada kaitannya dengan sifat burung, misalnya terbang atau bersuara seperti burung Bethet. Begitu pula nama Thing-Thong, dalam permainan ini tidak ada unsur tiruan bunyi atau tabuhan thing-thong. Mungkin penamaan nama dolanan lebih mengacu pada nyanyian permainan ini yang diawali dengan syair “Bethet Thing-Thong”.
Dolanan ini ternyata sudah lama dikenal oleh dunia anak-anak. Menurut sebuah sumber yang dirilis oleh Sukirman Dharmamulya (2004), umur dolanan ini sudah lebih dari 80 tahun. Mungkin di masa penjajahan Belanda, permainan ini sudah memasyarakat. Namun sayang setelah dilacak di Kamus Jawa, nama dolanan ini tidak ditemukan, tidak seperti nama-nama dolanan yang lain. Bisa jadi, di daerah lain ditemukan dengan nama permainan yang berbeda.
Bethet Thing-Thong ini pun biasanya juga dimainkan oleh kalangan anak-anak berumur sekitar 6—12 tahun. Anak yang bermain dolanan ini biasanya anak perempuan. Namun kadang pula anak laki-laki ikut nimbrung, sehingga permainan ini campuran dimainkan oleh anak perempuan dan laki-laki. Dimainkan di pelataran atau halaman yang cukup luas sebagai media berkejar-kejaran di antara para pemain. Sementara waktu bisa mengambil waktu pagi, sore, atau malam hari di saat terang bulan, dan biasanya dimainkan saat waktu senggang ketika liburan atau istirahat sekolah.
Biasanya sebelum permainan di mulai, anak-anak sudah harus mengetahui aturan-aturan yang disampaikan secara lisan, di antaranya 1) pemimpin permainan (disebut: embok “ibu”) harus dipilih di antara para pemain atas kesepakatan bersama (bisa tertua, terbesar, dsb.); 2) pemain harus jujur; 3) penunjukan jari oleh embok saat menyanyikan lagu “bethet thing-thong” bisa berputar berlawanan dengan arah jarum jam; 4) saat lagu berakhir pada suku kata “lang” dari syair “ilang” di sebuah jari, maka jari tersebut harus ditekuk; 5) lagu dinyanyikan berulang kali hingga menyisakan seorang pemain yang jarinya masih menunjuk (belum ditekuk). Pemain yang terakhir jarinya belum tertekuk, maka dianggap sebagai pemain ‘dadi’ atau kalah; 6) apabila semua pemain pernah tertangkap, maka permainan diulangi dari awal.
Ketika anak-anak yang hendak bermain sudah berkumpul, misalkan 3 anak (A,B, dan C), maka mereka segera mengambil posisi duduk atau jongkok dan melingkar. Kemudian bersama-sama meregangkan jari-jari tangan kiri atau kanan. Lalu si embok segera memulai menyanyikan lagu bethet thing-thong yang syairnya sebagai berikut: //Bethet thing-thong legendhut gong/ gonge ilang/ camcao gula kacang/ wung kedhawung ilang//. Ketika saat embok mengatakan kata “lang” berada di atas salah satu jari pemain B, maka jari tersebut lalu ditekuk. Kemudian si embok menyanyikan lagu dari awal lagi.
bersambungDolanan ini ternyata sudah lama dikenal oleh dunia anak-anak. Menurut sebuah sumber yang dirilis oleh Sukirman Dharmamulya (2004), umur dolanan ini sudah lebih dari 80 tahun. Mungkin di masa penjajahan Belanda, permainan ini sudah memasyarakat. Namun sayang setelah dilacak di Kamus Jawa, nama dolanan ini tidak ditemukan, tidak seperti nama-nama dolanan yang lain. Bisa jadi, di daerah lain ditemukan dengan nama permainan yang berbeda.
Bethet Thing-Thong ini pun biasanya juga dimainkan oleh kalangan anak-anak berumur sekitar 6—12 tahun. Anak yang bermain dolanan ini biasanya anak perempuan. Namun kadang pula anak laki-laki ikut nimbrung, sehingga permainan ini campuran dimainkan oleh anak perempuan dan laki-laki. Dimainkan di pelataran atau halaman yang cukup luas sebagai media berkejar-kejaran di antara para pemain. Sementara waktu bisa mengambil waktu pagi, sore, atau malam hari di saat terang bulan, dan biasanya dimainkan saat waktu senggang ketika liburan atau istirahat sekolah.
Biasanya sebelum permainan di mulai, anak-anak sudah harus mengetahui aturan-aturan yang disampaikan secara lisan, di antaranya 1) pemimpin permainan (disebut: embok “ibu”) harus dipilih di antara para pemain atas kesepakatan bersama (bisa tertua, terbesar, dsb.); 2) pemain harus jujur; 3) penunjukan jari oleh embok saat menyanyikan lagu “bethet thing-thong” bisa berputar berlawanan dengan arah jarum jam; 4) saat lagu berakhir pada suku kata “lang” dari syair “ilang” di sebuah jari, maka jari tersebut harus ditekuk; 5) lagu dinyanyikan berulang kali hingga menyisakan seorang pemain yang jarinya masih menunjuk (belum ditekuk). Pemain yang terakhir jarinya belum tertekuk, maka dianggap sebagai pemain ‘dadi’ atau kalah; 6) apabila semua pemain pernah tertangkap, maka permainan diulangi dari awal.
Ketika anak-anak yang hendak bermain sudah berkumpul, misalkan 3 anak (A,B, dan C), maka mereka segera mengambil posisi duduk atau jongkok dan melingkar. Kemudian bersama-sama meregangkan jari-jari tangan kiri atau kanan. Lalu si embok segera memulai menyanyikan lagu bethet thing-thong yang syairnya sebagai berikut: //Bethet thing-thong legendhut gong/ gonge ilang/ camcao gula kacang/ wung kedhawung ilang//. Ketika saat embok mengatakan kata “lang” berada di atas salah satu jari pemain B, maka jari tersebut lalu ditekuk. Kemudian si embok menyanyikan lagu dari awal lagi.
Sumber: Buku “Permainan Tradisional Jawa”, Sukirman Dharmamulya, dkk, Kepel Press, 2004
No comments:
Post a Comment
Mari kita lestarikan permainan anak tradisional indonesia, minimal dengan meninggalkan komentar di postingan ini. Dengan meninggalkan komentar itu tandanya sahabat peduli dengan permainan anak tradisional